Senin, 29 Juni 2009

pengunjung




Sabtu, 27 Juni 2009

auditing BAB 6

BAB I

PENDAHULUAN


  1. Latar Belakang

Kertas kerja merupakan suatu dasar dalam penerapan standar auditing terutama dalam hal pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Pentingnya konsep materialitas yakni sebagai pertimbangan seorang auditor dalam menjalankan tugasnya.

Definisi materialitas mengharuskan seorang auditor dalam mempertimbangkan keadaan baik yang berkaitan dengan entitas dan kebutuhan informasi pihak yang akan meletakkan kepercayaannya.

Oleh karena itu pentingnya Materialitas, risiko dan strategi audit awal guna memeperlancar tugas seorang auditor serta sebagai bahan pertimbangannya untuk selanjutnya akan dibahas pada bab II makalah ini.


  1. Rumusan Masalah

    1. Apa definisi dari Materialitas?

    2. Mengapa konsep materialitas penting dalam audit atas laporan keuangan?

    3. Bagaimana hubungan antara materialitas denga bukti audit?

    4. Bagaimana hubungan antara unsur risiko audit?

















BAB II

PEMBAHASAN


A. KONSEP MATERIALITAS

Materialitas merupakan dasar penerapan standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Oleh karena itu, materialitas mempunyai pengaruh yang mencakup semua aspek audit dalam audit atas laporan keuangan. Dalam SA Seksi 319 Risiko Audit dan Materialitas Audit dalam Pelaksanaan Audit mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan materialitas dalam perencanaan audit, dan penilaian terhadap kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.

Pengertian Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.


B. PENTINGNYA KONSEP MATERIALITAS DALAM AUDIT ATAS LAPORAN KEUANGAN

Dalam audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan auditan adalah akurat karena auditor yang bersangkutan tidak memeriksa setiap transaksi yang terjadi dalam tahun yang diaudit dan tidak dapat menentukan apakah semua transaksi yang terjadi telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan dikompilasi secara semestinya ke dalam laporan keuangan. Oleh karena itu, dalam audit atas laporan keuangan, auditor memberikan keyakinan (assurance) sebagai berikut:

  1. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan dikompilasi.

  2. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan.

  3. Auditor dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk pendapat (atau memberikan informasi, dalam hal terdapat perkecualian), bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena kekeliruan dan ketidakberesan.

Dengan demikian ada dua konsep yang mendasari keyakinan yang diberikan oleh auditor yaitu: konsep materialitas yang menunjukkan seberapa besar salah sajinya dan konsep risiko audit yang menunjukkan tingkat risiko kegagalan auditor untuk mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.


C. PERTIMBANGAN AWAL TENTANG MATERIALITAS

Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam perencanaan auditnya. Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif yang berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan dan kualitatif yang berkaitan dengan penyebab salah saji. Suatu salah saji yang secara kuantitatif tidak material dapat secara kualitatif material, karena penyebab yang menimbulkan salah saji tersebut. Berikut ini adalah contoh pertimbangan kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan oleh auiditor dalam mempertimbangan materialitas

  1. Hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan seperti :

a. Laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan.

b. Total aktiva dalam neraca.

c. Total aktiva lancar dalam neraca.

d. Total ekuitas pemegang saham dalam neraca.

2. Faktor kualitatif, seperti :

a. Kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar hokum.

b. Kemungkinan terjadinya ketidakberesan.

c. Syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan kredit dari bank yang mengharuskan klien untuk mempertahankan beberapa ratio keuangan pada tingkat minimum tertentu.

d. Adanya gangguan dalam trend laba.

e. Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan.


Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua tingkat berikut ini :

a. Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas kewajaran mencakup laporan keuangan sebagai keseluruhan.

b. Tingkat saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun dalam mencapai kesimpulan menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan.


Faktor yang harus dipertimbangkan dalam melakukan pertimbangan awal tentang materialitas pada setiap tingkat dijelaskan berikut ini :

  1. Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan

Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas. Pertama, auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan audit dan kedua, pada saat mengevaluasi bukti audit dalam pelaksanaan audit. Meski demikian sampai saat ini, tidak terdapat panduan resmi yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia tentang ukuran kuantitatif materialitas.

  1. Materialitas pada Tingkat Saldo Akun

Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Meskipun auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan, namun ia harus melakukan audit terhadap akun-akun secara individual dalam mengumpulkan bukti audit yang dipakai sebagai dasar untuk menyatakan pendapatnya atas laporan keuangan auditan. Dalam mempertimbangkan materialitas pada tingkat saldo akun, auditor harus mempertimbangkan hubungan antara materialitas tersebut dengan materialitas laporan keuangan.

  1. Alokasi Materialitas Laporan Keuangan ke Akun

Bila pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan keuangan dikuantifikasikan, penaksiran awal tentang materialitas untuk setiap akun dapat diperoleh dengan mengalokasikan materialitas laporan keuangan kea kun secara individual. Dalam melakukan alokasi, auditor harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya salah saji dalam akun tertentu dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk memverifikasi akun tersebut.

  1. Penggunaan Materialitas dalam Mengevaluasi Bukti Audit


D. HUBUNGAN ANTARA MATERIALITAS DENGAN BUKTI AUDIT

Materialitas merupakan satu di antara berbagai faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor tentang kuantitas (kecukupan) bukti audit. Dalam membuat generalisasi hubungan antara materialitas dengan bukti audit, perbedaan istilah materialitas dan saldo akun material harus tetap diperhatikan. Semakin rendah tingkat materialitas, semakin besar jumlah bukti yang diperlukan. Semakin besar atau semakin signifikan suatu saldo akun, semakin banyak jumlah bukti yang diperlukan.


E. RISIKO AUDIT

Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan risiko audit. Menurut SA Seksi 312 Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit, risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Semakin pasti auditor dalam menyatakan pendapatnya, semakin rendah risiko audit yang auditor bersedia untuk menanggungnya.

Auditor merumuskan suatu pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan atas dasar bukti yang diperoleh dari verivikasi asersi yang berkaitan dengan saldo akun secara individual atau golongan transaksi. Tujuannya adalah untuk membatasi risiko audit pada tingkat saldo akun sedemikian rupa sehingga pada akhir proses audit, risiko audit dalam menyatakan pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan akan berada pada tingkat yang rendah.


F. RISIKO AUDIT PADA TINGKAT LAPORAN KEUANGAN DAN TINGKAT SALDO AKUN

Kenyataan bahwa auditor tidak dapat memberikan jaminan tentang ketepatan informasi yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan mengharuskan auditor mempertimbangkan baik materialitas maupun risiko audit, tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atau suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Risiko audit, seperti materialitas, dibagi menjadi dua bagian :

1. Risiko audit keseluruhan yang berkaitan dengan laporan keuangan sebagai keseluruhan.

2. Risiko audit individual yang berkaitan dengan setiap saldo akun individual yang dicantumkan dalam laporan keuangan.

1. Risiko Audit Keseluruhan (Overall Audit Risk)

Pada tahap perencanaan auditnya, auditor pertama kali harus menentukan risiko audit keseluruhan yang direncanakan, yang merupakan besarnya risiko yang dapat ditanggung oleh auditor dalam menyatakan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar, padahal kenyataannya, laporan keuangan tersebut berisi salah saji material.

2. Risiko Audit Individual

Karena audit mencakup pemeriksaan terhadap akun-akun secara individual, risiko audit keseluruhan harus dialokasikan kepaada akun-akun yang berkaitan. Risiko audit individual perlu ditentukan untuk setiap akun karena akun tertentu seringkali sangat penting karena besar saldonya atau frekuensi transaksi perubahan.





G. UNSUR RISIKO AUDIT

1. Risiko Bawaan

Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern yang terkait.


  1. Risiko Pengendalian

Risiko pengendalian adalah risiko terjadinya salah saji material dalam suatu asersi yang tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh struktur pengendalian intern entitas.


  1. Risiko Deteksi

Risiko deteksi adalah risiko sebagai akibat auditor tidak dapat mandeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi.


H. PENGGUNAAN INFORMASI RISIKO AUDIT

Taksiran risiko audit pada tahap perencanaan audit dapat digunakan oleh auditor untuk menetapkan jumlah bukti audit yang akan diperiksa untuk membuktikan kewajaran penyajian saldo akun tertentu. Beberapa auditor lebih menyukai pertimbangan kualitatif dalam menaksir berbagai macam risiko yang membentuk risiko audit. Di samping itu, penggunaan pendekatan kuantitatif memaksa auditor untuk memikirkan dengan mendalam berbagai pertimbangan auditnya.


I. HUBUNGAN ANTAR UNSUR RISIKO

Risiko bawaan dan risiko pengendalian berbeda dengan risiko deteksi. Kedua risiko yang disebut terdahulu ada, terlepas dari dilakukan atau tidaknya audit atas laporan keuangan, sedangkan risiko deteksi berhubungan dengan prosedur audit dan dapat diubah oleh keputusan auditor itu sendiri. Risiko deteksi mempunyai hubungan yang terbalik dengan risiko bawaan dan risiko pengendalian. Semakin kecil risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini oleh auditor, semakin besar risiko deteksi yang dapat diterima. Sebaliknya, semakin besar adanya risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini oleh auditor, semakin kecil tingkat risiko deteksi yang dapat diterima.


J. HUBUNGAN ANTARA MATERIALITAS, RISIKO AUDIT, BUKTI AUDIT

Berbagai kemungkinan hubungan antara materialitas, bukti audit, dan risiko audit digambarkan sebagai berikut :

  1. Jika auditor mempertahankan risiko audit konstan dan tingkat meterialitas dikurangi, auditor harus menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan.

  2. Jika auditor mempertahankan tingkat materialitas konstan dan mengurangi jumlah bukti audit yang dikumpulkan, risiko audit menjadi meningkat.

  3. Jika auditor menginginkan untuk mengurangi risiko audit, auditor dapat menempuh salah satu dari tiga cara berikut ini :

a. Menambah tingkat meterialiras, sementara itu mempertahankan jumlah bukti audit yang dikumpulkan.

b. Menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan, sementara itu tingkat materialitas tetap dipertahankan.

c. Menambah sedikit jumlah bukti audit yang dikumpulkan dan tingkat materialitas secara bersama-sama.


K. STRATEGI AUDIT AWAL

Karena adanya hubungan antara tingkat materialitas, risiko audit, dan bukti audit, auditor dapat memilih strategi audit awal dalam perencanaan audit atas asersi individual atau sekelompok asersi. Strategi audit awal dibagi menjadi dua macam, yaitu pendekatan terutama substantif (primarily substantive approach), dan pendekatan tingkat risiko pengendalian taksiran rendah (lower assessed level of control risk approach).




1. Unsur Strategi Audit Awal

Dalam mengembangkan strategi audit awal untuk suatu asersi, auditor menetapkan empat unsur berikut ini :

  1. Tingkat risiko pengendalian intern yang direncanakan.

  2. Luasnya pemahaman atas struktur pengendalian intern yang harus diperoleh.

  3. Pengujian pengendalian yang harus dilaksanakan untuk menaksir risiko pengendalian.

  4. Tingkat pengujian substantif yang direncanakan untuk mengurangi risiko audit ke tingkat yang cukup rendah.


  1. Pendekatan Terutama Substantif

Dalam strategi audit ini, auditor mengumpulkan semua atau hamper semua bukti audit dengan menggunakan pengujian substantif dan auditor sedikit meletakkan kepercayaan atau tidak mempercayai pengendalian intern. Pendekatan ini biasanya mengakibatkan penaksiran risiko pengendalian pada tingkat atau mendekati maksimum.

  1. Pendekatan Risiko Pengendalian Rendah

Dalam pendekatan ini, auditor meletakkan kepercayaan moderat atau pada tingkat kepercayaan penuh terhadap pengendalian, dan sebagai akibatnya auditor hanya melaksanakan sedikit pengujian substantif.











BAB III

KESIMPULAN


Materialitas dibagi menjadi dua golongan yaitu materialitas pada tingkat laporan keuangan dan materialitas pada tingkat saldo akun. Sedangkan Risiko audit juga digolongkan menjadi dua yakni risiko audit keseluruhan dan risiko audit individual. Dalam hal ini risiko audit terdiri dari tiga unsur (1) risiko bawaan, yakni kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern yang terkait, (2) risiko pengendalian, yakni risiko terjadinya salah saji material dalam suatu asersi yang tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh struktur pengendalian intern entitas dan (3) risiko deteksiadalah risiko sebagai akibat auditor tidak dapat mandeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi.

Adanya hubungan antara tingkat materialitas, risiko audit dan bukti audit, auditor dapat memilih strategi audit awal dalam perencanaan audit atas asersi individual atau kelompok asersi.















DAFTAR PUSTAKA


Puradireja, Kanaka dan Mulyadi. Auditing, Edisi 5, Cetakan ke 1. Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 1997.

Halim, Abdul MBA. Akuntansi, Edisi 2. Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2001.


























MATERIALITAS, RISIKO,

DAN STRATEGI AUDIT AWAL

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Auditing Semester keempat






Disusun Oleh:

Dina Citra (2AKC / 6)

Fariz Rizki A. (2AKC / 9)




PROGRAM STUDI AKUNTANSI

JURUSAN AKUNTANSI

POLITEKNIK NEGERI SEMARANG

Jl. Prof. H. Sudarto, S. H., Tembalang

2008-2009

tugas Auditing BAB 8


BAB I

PENDAHULUAN



  1. Latar Belakang

Penakiran risiko pengendalian merupakan suatu proses evaluasi efektivitas desain dan operasi kebijakan dan prosedur sturtur pengendalian intern entitas. Pentingnya konsep penaksiran risiko pengendalian yakni dalam rangka pencegahan atau pendeteksian salah saji material di dalam laporan keuangan.

Definisi Penakiran risiko pengendalian mengharuskan seorang auditor agar mengetahu dengan jelas tahap-tahap yang ditempuh oleh auditor dalam menaksir risiko dan desain pengujian yang bersangkutan.

Oleh karena itu pentingnya Penakiran risiko dan Desain Pengujian, guna memeperlancar tugas seorang auditor akan dibahas pada bab II makalah ini.


  1. Rumusan Masalah

    1. Apa definisi dari Penakiran risiko pengendalian?

    2. Mengapa konsep Penakiran risiko pengendalian penting kaitannya terhadap material dalam laporan keuangan?

    3. Bagaimana hubungan antara strategi audit awal, risiko deteksi yang direncanakan dan tingakat pengujian substantif?

    4. Apa saja rerangaka umum yang dapat dipakai untuk acuan dalam pengujian substantif?











BAB II

PEMBAHASAN



  1. PENAKSIRAN RISIKO PENGENDALIAN

Penaksiran risiko pengendalian adalah proses evaluasi efektivitas desain dan operasi kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern entitas dalam rangka pencegahan atau pendeteksian salah saji material di dalam laporan keuangan.

Kegiatan ini dilakukan oleh auditor pada tahap pemahaman dan pengujian atas struktur pengendalian intern klien. Adapun tahap-tahapnya sebagai berikut:

        1. Pertimbangkan pengetahuan yang diperoleh dari pemahaman atas struktur pengendalian intern.

        2. Lakukan identifikasi salah saji potensial yang dapat terjadi dalam asersi entitas.

        3. Lakukan identifikasi pengendalian yang diperlukan untuk mencegah atau mendeteksi salah saji.

        4. Lakukan pengujian pengendalian terhedap pengendalian yang diperlukan untuk menentukan efektivitas desain dan operasi struktur pengenalian intern.

        5. Lakukan evaluasi terhadap bukti dan buat taksiran risiko pengendalian.


  1. PENGUJIAN PENGENDALIAN

Pengujian pengendalian adalah prosedur audit yang dlaksanakan untuk menentukan efektivitas desain dan / atau operasi kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern.

Pengujian pengendalian diterapkan oleh auditor selama perencanaan audit dan dalam pekerjaan interim. Selain itu pengujian pengendalian juga dapat diterapkan dalam kedua strategi audit yakni Pendekatan terutama substantif dan pendekatan risiko pengendalian rendah.

  1. Pengujian Pengendalian Bersamaan (Current test of control)

Pengujian ini dilakukan oleh auditor bersamaan waktunya dengan usaha pemerolehan pemahaman atas struktur pengendalian intern. Adapun bukti yang diperoleh dari pengujian ini pada umumnya hanya menghasilkan taksiran tingkat risiko pengendalian sedikit di bawah maksimum sampai ke tingkat yang tinggi. Hal ini disebabkan pengujian pengendalian ini dilaksanakan oleh auditor pada tahap perencanaan auditnya, sehingga auditor tidak dapat menguji konsistensi penerapan kebijakan dan prosedur pengendalian dalam keseluruhan tahun yang diaudit.


  1. Pengujian Pengendalian yang Direncanakan.

Pengujian pengendalian ini dilaksanakan dalam strategi untuk mendapatkan taksiran awal tingkat risiko pengendalian rendah, Pada pengujian ini dapat memberikan bukti tentang penerapan semestinya kebijakan dan prosedur pengendalian secara konsisten sepanjang tahun yang diaudit. pengujian pengendalian ini disebut Adapun tujuannya yakni untuk menentukan taksiran awal risiko pengendalian moderat atau rendah sesuai dengan tingkat pengujian substantife yang direncanakan.


  1. Pengujian Pengendalian Tambahan

Pengujian yang dilaksanakan oleh auditor jika berdasarkan hasil pengujian pengendalian bersamaan yang memperlihatkan pengendalian intern yang efektif, auditor kemudian mengubah strateginya dari pendeketan terutama substantif ke pendekatan risiko penegndalian rendah.


  1. Pengujian dengan tujuan ganda

Merupakan pengujian yang desain sedemikian rupa sehingga auditor dapat mengumpulkan bukti tentang efektivitas struktur pengendalan intern sekaligus dapat mengumpulkan bukti tentang kekliruan moneter dalam akun.


  1. KERJASAMA DENGAN AUDITOR INTERN DALAM PENGUJIAN PENGENDALIAN

Bilamana auditor independen melakukan audit atas laporan keuangan entitas yang memiliki fungsi audit intern, auditor dapat melakukan:

        1. Koordinasi Audit dengan Auditor Intern

Auditor dapat melakukan koordinasi pekerjaan dengan auditor intern dan mngurangi jumlah lokasi atau divisi perusahaan yang akan diterapi pengujian pengendalian. Auditor independen harus menguji pekerjaan auditor intern dan menentukan apakah:

          • Lingkup pekerjaan auditor intern memadai untuk memenuhi tujuan pekerjaannya.

          • Program audit memadai untuk mencapai tujuan auditnya.

          • Kertas kerja yang dibuat memadai untuk mendokumentasikan pekerjaan yang telah dilaksanakan, termasuk mencerminkan adanya supervisi dan review atas pekerjaan yang telah dilaksanakan.

          • Kesimpulan dibuat memadai sesuai dengan keadaan.

          • Laporan sesuai dengan pekerjaan yang telah dilaksanakan.


        1. Auditor Intern menyediakan bantuan langsung dalam audit

Auditor independen dapat meminta auditor intern untuk memberikan bantuan langsung yang berkaitan dengan pekerjaan yang secara spesifik diminta oleh auditor independen dari auditor intern untuk menyelesaikan beberapa aspek pekerjaan auditor independen. Dan apabila bentuan langsung disediakan maka auditor harus:

          • Menentukan independensi dan objektivitas auditor intern.

          • Memberitahu auditor intern mengenai tanggung jawab auditor intern tersebut tujuan prosedur yang dilaksanakan oleh auditor intern.

          • Memberitahu auditor intern bahwa semua masalah akuntansi dan auditing yang signifikan yang ditemukan selama audit harus diberitahukan kepada auditor independen.



  1. PENENTUAN RISIKO DETEKSI

Dalam tahap-tahap audit atas laporan keuangan, penentuan risiko deteksi terletak pada tahap auditor mendesain pengujian substantif. Gambar berikut menggambarkan letak penentuan risiko deteksi dalam proses audit, sedangkan pengertian dari risiko deteksi yaitu risiko auditor tidak akan mendeteksi salah saji material yang ada dalam suatu asersi.





Perencanaan

Audit


Pemahaman dan

Pengujian Struktur Pengendalian Intern


Pelaksanaan

Pengujian Sustantif


Penerbitan

Laporan Audit

Penaksiran Risiko Bawaan


Penaksiran risiko

Pengendalian


Penetapan Risiko Deteksi


Penilaian risiko

Audit


Risiko deteksi dapat dihitung dengan rumus:

RD =


RA



RB x RP


RD = risiko deteksi RP = Risiko Pengendalian

RA = risiko audit

RB = riko bawaan


Jika tingkat risiko pengendalian final sama dengan yang direncanakan. Auditor dapat melanjutkan untuk mendesain pengujian substantif khusus berdsarkan tingkat pengujian substantif yang telah direncanakan. Namun jika tingkat risiko pengendalian final tidak sama dengan yang direncanakan, auditor harus mengubahtingkat pengujian substantif sebelum auditor mendesain pengujian substantif khusus untuk menampung tingkat risiko deteksi yang dapat diterima.

Hubungan antara strategi audit awal, risiko deteksi yang direncanakan dan tingakat pengujian substantif yang direncanakan secara ringkas digambarkan sebagai berikut:


Strategi Audit Awal

Risiko Deteksi yang Direncanakan

Tingkat Pengujian Substantif yang direncanakan

Pendekatan Terutama substantif

Rendah atau sangat rendah

Tingkat tinggi

Pendekatan taksiran risiko Pengendalian rendah

Moderat atau tinggi

Tingkat rendah


  1. DESAIN PENGUJIAN SUBSTANTIF

Pengujian substantif menghasilkan bukti audit tentang kewajaran setiap asersi laporan keuangan signifikan. Desain pengujian substantif mencakup:


  • Sifat Pengujian Substantif

Sifat pengujian substantif mencakup jenis dan efektivitas prosedur audit yang dilakukan oleh auditor. Jika tingkat risiko deteksi yang dapat diterima adalah rendah, auditor harus menggunakan prosedut audit yang lebih efektif dan biasanya memerlukan biaya yang lebih tinggi. Sebaliknya jika tingkat risiko deteksi yang dapat diterima adalah tinggi, auditor dapat menggunakan prosedur audit yang kurang efektif yang relatif murah.


  • Saat Pengujian

Tingkat risiko deteksi yang dapat diterima berdampak terhadap saat pelaksanaan pengujian substantif. Jika risiko deteksi adalah tinggi, pengujian substantif dapat dilaksanakan beberapa bulan sebelum akhir tahun yang diaudit. Sebaliknya, jika risiko deteksi untuk asersi tertentu adalah rendah, pengujian substantif biasanya dilaksanakan oleh auditor pada atau mendekati tanggal neraca.



  • Lingkup Pengujian

Bukti audit diperlukan lebih banyak untuk mencapai tingkat risiko deteksi rendah bila dibandingkan dengan tingkat risiko deteksi tinggi. Auditor dapat mengubah jumlah bukti audit yang dikumpulkan dengan mangubah lingkup pengujian substantif yang dilaksanakan. Lingkup pengujian substantif menunjukkan jumlah pos atau besarnya sampel yang diuji. Auditor dapat menggunakan pendekatan statistik untuk meng- kuantifikasikan pertimbangan profesionalnya dalam menentukan besarnya sampel untk mencapai tingkat risiko deteksi tertentu.


  1. RERANGKA UMUM PENGEMBANGAN PROGRAM AUDIT UNTUK PENGUJIAN SUBSTANTIF

Dalam pengembangan program audit untuk pengujian substantif, rerangaka umum yang dapat dipakai sebagai acuan adalah sebagai berikut;

  1. Tentukan Prosedur Audit Awal yang terdiri dari lima langkah berikut:

    • Usut saldo pos yang tercantum di dalam neraca ke saldo akun yang bersangkutan di dalam buku besar.

    • Hitung kembali saldo akun yang bersangkutan di dalam buku besar.

    • Lakukan review terhadap mutasi luar biasa dalam jumlah dan sumber posting dalam akun yang bersangkutan.

    • Usut saldo awal akun yang bersangkutan ke kertas kerja tahun yang lalu.

    • Usut posting pendebitan dan / atau pengkreditan akun tersebut ke dalam jurnal yang bersangkutan.

    • Lakukan rekonsiliasi akun kontrol tersebut dalam buku besar ke buku pembantu yang bersangkutan.


  1. Tentukan prosedur analitik yang perlu dilaksanakan. Dalam Prosedur analitik, auditor menghitung berbagai ratio, yang untuk selanjutnya dibandingkan dengan harapan auditor. Misalnya ratio tahun yang lalu, rerata ratio industri, atau ratio yang dianggarkan.


  1. Tentukan pengujian terhadap transaksi rinci. Terdiri dari prosedur pengusutan (tracing) dan pemeriksaan bukti pendukung (vouching) untuk membuktikan asersi keberadaan dan keterjadian.


  1. Tentukan pengujian terhadap akun rinci. Auditor menentukan berbagai prosedur audit untuk membuktikan asersi keberadaan dan keterjadian, kelengkapan, hak dan kewajiban, penilaian atau alokasi, penyajian dan pengungkapan akun tertentu.













BAB III

KESIMPULAN



Penaksiran risiko pengendalian adalah proses evaluasi efektivitas desain dan operasi kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern. Berbagai pengujian pengendalian yang dapat dipilih oleh auditor dalam pelaksanaan auditnya antara lain:

  1. Pengujian Pengendalian Bersamaan (Current test of control) yang terdiri dari prosedur pemerolehan pemahaman atas struktur pengendalian intern

  2. Pengujian Pengendalian yang Direncanakan. yang tujuannya yakni untuk menentukan taksiran awal risiko pengendalian moderat atau rendah sesuai dengan tingkat pengujian substantif yang direncanakan.


  1. Pengujian Pengendalian Tambahan, yang merupakan pengujian yang dilaksanakan oleh auditor jika berdasarkan hasil pengujian pengendalian bersamaan yang memperlihatkan pengendalian intern yang efektif.

  2. Pengujian dengan tujuan ganda yang merupakan pengujian yang didesain sedemikian rupa sehingga auditor dapat mengumpulkan bukti tentang efektivitas struktur pengendalan intern.


Adapun rerangka umum pengembangan program audit untk pengujian substantive adalah sebagai berikut: Tentukan Prosedur Awal Audit, Tentukan prosedur analitik yang perlu dilaksanakan, Tentukan pengujian terhadap transaksi rinci dan Tentukan pengujian terhadap akun rinci.










DAFTAR PUSTAKA


Puradireja, Kanaka dan Mulyadi. Auditing, Edisi 5, Cetakan ke 1. Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 1997.

Halim, Abdul MBA. Akuntansi, Edisi 2. Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2001.






























PENAKSIRAN RISIKO DAN

DESAIN PENGUJIAN

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Auditing Semester keempat






Disusun Oleh:

Dina Citra (2AKC / 6)

Fariz Rizki A. (2AKC / 9)




PROGRAM STUDI AKUNTANSI

JURUSAN AKUNTANSI

POLITEKNIK NEGERI SEMARANG

Jl. Prof. H. Sudarto, S. H., Tembalang

2008-2009